Rabu, 21 Januari 2009

Data belum di manfaatkan maksimal dalam pengelolaan Negara :

ini yang paling penting dalam organisasi Negara harusnya kita yang sudah mempunyai teknologi yang lumayan dapat bermanfaat harusnya kita gunakan semaksimal mungkin, harusnya kita coba memanfaatkan apa saja yang ada bahwa sebenarnya di dunia ini segalanya bermanfaat seperti contohnya sampah saja bisa jadi manfaat buat kita dan juga mahkluk hidup yang lainya , kita tidak boleh menyerah pada kondisi ,harusnya kita bangkit dan bersatu pasti tujuan kita akan tercapai, apalagi jika satu tujuan untuk memajukan Negara.

Harusnya bagaimana kita membentuk pola pikir yang rasional bagaimana Negara kita dapat bangkit dari keterpurukan, mangkanya dari data yang sekecil apapun harus dapat kita manfaatkan dengan benar dan juga tidak ada pihak-pihak yang di rugikan, bagaimana bila kita bangun dari tidur panjang Negara ini yang sudah semakin susah saja, contoh kecilnya saja kita dapat memanfaatkan data semaksimal mungkin dalam mengolahnya //bagaimana data kita olah menjadi media informasi yang sangat di butuhkan oleh masyarakat dan juga bisa menambah devisa Negara.

“marilah kita bersatu untuk Negara kita”..!!!!

Jumat, 16 Januari 2009

Tentang uts

Traspormasi data menjadi informasi: dikarnakan didorongnya oleh transpormasi data
menjadi informasi.

Percepatan dalam IPTEK: karma dorongan dari masyarakat atau kebutuhan
masyarakatyang semakin hari semakin banyak maka IPTEK berkembang sangat pesat.

Open system menghilangkan kerahasiaan suatu aplikasi: jadi system open ini sangat bagus bagi kalangan awam ,supaya mereka tahu bahwa mereka telah mempunyai aplikasi yang original.

Open system mengurangi pembajakan : dikarnakan supaya user tahu bahwa produk yang asli terdapat open system di dalamnya beda sekali dengan yang bajakan.

Semakin banyak aplikasi /software freeware : dikarnakan spesialis IT yang sudah bertambah banyak dan juga sedang boomingnya trend IT.

Perusahaan-perusahaan tidak memerlukan spesialis IT: dikarnakan sudah banyak orang yang paham IT.

Freeware membebaskan pembajak dari tuntutan hokum: dikarnakan pembajak hanya menjual dengan harga yang murah dan pembeli pun tahu mana yang bajakan dan yang asli.

Diperlukan sebagai jaminan kualifikasi: menurut saya LSP penting tapi yang lebih penting lagi bila punya ijazah sarjana computer sertifikasi tersebit hanya support dan tambahan ilmu saja.

Menurunya tingkat kepercayaan pada izasah sarjana computer: menurut saya sertifikasi LSP tersebut hanya pelengkap izasah saja , jadi izasah sarjana komputerlah yang paling penting.

Lisensi berakhir: menurut saya dengan perangkat lunak yang memiliki lisensi harusnya masa berlakunya tidak terlalu cepat dan mudah untuk mengakses kembali.

Gagal mengejar kemempuan pesaing: untuk perangkat lunak harusnya terus mengupdate lagi kebutuhan masyarakat.

Membajak bila perlu saja: membajak hanya aplikasi yang sangat mahal.

Melarang pembajakan scara terbatas untuk aplikasi tertentu: membajak hanya aplikasi yang sangat mahal.


Profesi IT yang paling di cari adalah administrator system : banyak perusahaan yang membutuhkan administrator system tanpa batas.

tidak siap untuk memasuki lapangan pekerjaan IT: karma sarjana yang kurang memahami bidangnya.

Ketidaksesuaian kompetensi: tidak sesuai apa yang didapat dalam kehidupan nyata atau kompetensi yang kurang sesuai.

Berkembang karma teknologi internet dan komunikasi data: inilah yang paling curang dalam manusia memanfaatkan teknologi internet dan komunikasi data dapat membuat manusia berbuat jahat pada teknologi tersebut.

EVALUASI PELAKSANAAN SOSIALISASI PEMBENTUKAN BANK DATA NASIONAL

Menindaklanjuti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-16/PJ/2004 tanggal 10 Mei 2004 tentang Sosialisasi Pelaksanaan Pembentukan Bank Data Nasional, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Setelah dilakukan evaluasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran di atas, sampai saat ini masih banyak Kepala Kanwil DJP dan Kepala Kantor Pelayanan PBB/Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang belum melaksanakan/melaporkan kegiatan dimaksud (Daftar kantor yang sudah melaksanakan kegiatan Sosialisasi Pelaksanaan Pembentukan Bank Data Nasional adalah sebagaimana tsb pada Lampiran I);
Mengingat pentingnya kegiatan tsb dan sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 232/KM.1/UP.11/2004 tanggal 31 Mei 2004 tentang Mutasi para Pejabat Eselon III di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan, maka bagi Kepala Kanwil DJP dan Kepala Kantor Pelayanan PBB/Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang belum melaksanakan sosialisasi pembentukan bank data nasional diminta untuk segera melaksanakan kegiatan dimaksud dengan jadwal waktu sbb.:
Setiap Kepala Kantor Wilayah DJP diminta untuk mempresentasikan konsep Single Identification Number (SIN) dan Bank Data Nasional (smart map) kepada Gubernur beserta jajaran Pemerintah Daerah Provinsi di wilayah kerja masing-masing selambat-lambatnya tanggal 16 Juli 2004;
Setiap Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan PBB, dan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak diminta untuk secara bersama-sama mempresentasikan konsep SIN dan Bank Data Nasional kepada Bupati/Walikota beserta jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di wilayah kerja masingmasing selambat-lambatnya tanggal 23 Juli 2004.
Khusus Kepala Kantor Wilayah DJP di DKI Jakarta, diminta untuk segera menyampaikan rekaman hasil sosialisasi yang telah dilaksanakan di wilayah Kota masing-masing kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan PBB, dan kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak di wilayah Kanwil DKI Jakarta, diminta untuk secara bersama-sama mempresentasikan konsep SIN dan Bank Data Nasional kepada Camat beserta jajaran dan instansi terkait lainnya di wilayah kerja masing-masing selambat- lambatnya tanggal 23 Juli 2004.
3. Sasaran presentasi tsb di atas adalah dipahaminya konsep SIN dan Bank Data Nasional oleh para Gubernur, Bupati/Walikota, beserta jajarannya sehingga diharapkan dapat membantu upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam pelaksanaan Pembentukan Bank Data Nasional dengan menyajikan data yang dimiliki instansinya.
4. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir 2 agar direkam dalam bentuk VCD, disampaikan, dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 30 Juli 2004, untuk selanjutnya akan dinilai dan dilombakan secara nasional.
Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.

Evaluasi Kebijakan Dan Proyeksi Strategi Pembangunan Sektor Telekomunikasi, Teknologi Informasi, dan Penyiaran (Telematika)

Evaluasi Kebijakan Dan Proyeksi Strategi Pembangunan Sektor Telekomunikasi, Teknologi Informasi, dan Penyiaran (Telematika) Pengantar Bagi sementara pihak, sektor Telematika masih dianggap sebagai sektor yang kurang menarik untuk dibicarakan terutama dalam konteks diskursus politik praktis. Tidak demikian halnya bila kita bersedia meluangkan waktu sejenak untuk meneropong posisi strategis sektor telematika ini, khususnya bila dikaitkan dengan kontribusi sektor ini terhadap perencanaan dan implementasi strategi pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan pertahanan keamanan nasional. Meski kontribusi sektor telematika dalam Pendapatan Nasional belum cukup signifikan, hanya sebesar 5.1% utuk tahun 2000 dan 5.8% untuk tahun 2001 namun aktivitas sektor ini cukup memberi warna tersendiri dalam perekonomian nasional. Ditandai dengan mulai maraknya sekelompok anak muda membangun bisnis baru menggunakan teknologi Internet, maka Indonesia tak ketinggalan dalam booming e-commerce, majalah Warta Ekonomi edisi Maret 2001 mencatat ada sedikitnya 900 perusahaan dotcom di Indonesia. Jika rata – rata setiap perusahaan menyerap 50 tenaga kerja ahli di bidang telematika, maka 45.000 tenaga kerja telah terserap dalam industri dotcom di Indonesia. Sayangnya, menyusul surutnya bisnis e-commerce dan kurangnya dukungan infrastruktur informasi di Indonesia menjadikan banyak perusahaan dotcom Indonesia mengikuti jejak rekannya di Amerika dan Eropa. Pembangunan sektor telekomunikasi diyakini akan menarik sektor – sektor lain berkembang, sebagaimana diyakini oleh organisasi telekomunikasi dunia, ITU, yang secara konsisten menyatakan bahwa penambahan investasi di sektor telekomunikasi sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3%. Hipotesis ini telah terbukti kebenarannya di negara – negara Jepang, Korea, Kanada, Australia, negara – negara Eropa, Skandinavia, dan lainnya yang telah memberi perhatian besar pada sektor telekomunikasi, sehingga selain jumlah pengguna telepon (teledensity) meningkat, terjadi pula peningkatan pertumbuhan ekonomi. Implikasi sosial dari pemanfaatan teknologi khususnya telekomunikasi dan teknologi informasi belum dapat dirasakan secara langsung oleh kelompok masyarakat miskin atau mereka yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dipahami karena rendahnya daya beli serta bagi kelompok ini, telematika belum merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap hari. Dalam kondisi semacam ini, telematika masih menjadi barang langka, mahal dan tidak berguna bagi golongan miskin dan mereka yang tinggal di pedesaaan atau daerah terpencil. Sebaliknya, bagi golongan terpelajar, atau mereka yang berpunya, pada awal abad milenium belakangan ini muncul kecenderungan kuat adanya ketergantungan terhadap informasi. Penggunaan telekomunikasi dan teknologi informasi khususnya Internet sebagian besar dilakukan oleh kelompok masyarakat golongan menengah ke atas. Kondisi kontradiktif dalam pemanfaatan telematika memunculkan fenomena yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpuruk dan tambah miskin. Ketidak-tanggapan penentu kebijakan publik di bidang telematika terhadap fenomena umum semacam inilah yang kemudian menimbulkan jurang digital (digital divide). Jika kontribusi telematika terhadap perekonomian nasional sudah ada cara mengukurnya, tidak demikian halnya dengan kontribusi telematika tehadap pembangunan dan peningkatan kualitas demokrasi. Bukti empiris menunjukkan bahwa telekomunikasi dan teknologi informasi telah banyak membantu upaya masyarakat bangsa menuju demokrasi. Bentuk sederhana keterlibatan telematika dalam demokrasi antara lain penggunaan Short Message Service (SMS), Electronic Mail (E-mail), oleh mahasiswa aktivis dalam pendudukan gedung DPR/MPR yang berujung pada runtuhnya rejim orde baru. Pengembangan lebih lanjut pemanfaatan telematika dalam mendukung upaya pendidikan politik dan demokrasi hanya dibatasi oleh kemampuan manusia, bukan oleh teknologinya itu sendiri. Fakta yang cukup menarik, belum banyak partai politik yang secara khusus memberi perhatian pada telematika, baik memanfaatkannya sebagai sarana untuk mengelola organisasi sehingga menjadi partai modern berbasis teknologi, maupun menggunakan isu – isu kebijakan dan strategis di seputar telematika yang dapat menarik simpati masyarakat luas. Permasalahan Umum Permasalahan di sektor telematika, sebetulnya tidak beranjak jauh dari tahun ke tahun, masih di sekitar rendahnya infrastruktur jaringan telekomunikasi, rendahnya penetrasi Internet, pasar yang masih dikuasai oleh pelaku dominan, masih tingginya daftar antrian calon pelanggan telepon, masih relatif rendahnya kontribusi sektor telematika terhadap Pendapatan Nasional, makin terbukanya entry barrier bagi produk dan jasa asing untuk masuk ke Indonesia, sementara produk dan jasa Indonesia di bidang telematika yang diekspor ke luar negeri masih rendah dan seringkali tidak mampu bersaing di pasar global, permasalahan pro dan kon menyusul divestasi BUMN telekomunikasi, lambatnya realisasi pendirian Badan Regulasi telekomunikasi yang bersifat mandiri sesuai dengan mandat Undang – Undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, permasalahan Struktur, Perilaku dan Kinerja industri telematika Indonesia terutama setelah berlakunya AFTA, dan regim perdagangan bebas, serta belum adanya upaya serius dari pemerintah untuk memberi perhatian sepenuhnya terhadap pemanfaatan Internet dan dampaknya. Kelembagaan IstilahTelematika atau Information and Communication Technology (ICT) digunakan di Indonesia sebagai suatu keputusan politik pemerintah dalam bentuk Keputusan Presiden untuk menandai perlunya mengantisipasi fenomena konvergensi teknologi informasi dan telekomunikasi. Keputusan Presiden dimaksud adalah Keppres Nomor 20/1999 tentang pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) yang kemudian diperbarui dengan Keppres Nomor 50/2000 . Yang menarik, menyusul pergantian regim GusDur ke rejim Megawati, sekarang ini keberadaaan TKTI hanya di atas kertas belaka. Padahal, sesuai dengan cita – cita yang dicanangkan, keberadaan TKTI dimaksudkan untuk membangun sinergi dan koordinasi antar lembaga pemerintah dan pelaku dunia usaha di bidang telematika sehingga secara bersama membangun kebijakan maupun merancang program yang dapat menstimulasi pertumbuhan pemanfataan telematika di Indonesia. Meski ada TKTI yang diketuai oleh Megawati, namun demikian dalam penyusunan kabinet gotong royong, keberadaan TKTI tidak memiliki peran sama sekali, bahkan dianggap tidak ada. Demikian pula dalam kebijakan kelembagaan, meski diperkirakan sudah mengetahui bahwa sebagai konsekuensi konvergensi, terjadi perubahan mendasar pada layanan dan struktur industri telematika, namun demikian hal ini tidak disikapi dengan mengintegrasikan instansi pemerintah yang berwenang mengelola kebijakan sektor telematika. Kemunculan Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dengan tugas sebagai perancang kebijakan sistem informasi nasional termasuk telematika dan penyiaran masih harus dipisahkan dari institusi yang mengelola telekomunikasi. Hingga saat ini lembaga pemerintah yang berwenang mengurusi masalah telekomunikasi masih dipegang oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi di bawah Departemen Perhubungan. Adanya dua institusi pemerintah yang mengurusi permasalahan sejenis, sempat menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku dan dunia usaha bidang telematika. Ke depan, jika Pemerintah konsisten dengan keinginan untuk membangun sektor telematika, perlu dipersiapkan pembentukan sektor baru yang khusus membidangi Telematika. Jika kita simak ke belakang, pembangunan di sektor telekomunikasi ternyata tidak memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah. Indikator mengenai hal ini dapat dilihat dari keberadaan instansi setingkat Departemen yang membidangi telekomunikasi selalu berganti – ganti dan ditempelkan ke bidang lain. Pernah pada suatu masa telekomunikasi digabung dengan pariwisata, kemudian dipindahkan dan digabung dengan perhubungan, dan sekarang bahkan muncul dua kementrian yang membidangi hal serupa. Pembentukan suatu sektor dalam pembanguan akan berdampak pada penuhnya perhatian para eksekutif karena dan kuatnya daya operasional untuk membangun sektor yang bersangkutan. Selain itu, jika kita simak, selama tiga dasa warsa terakhir ini, kontribusi sektor telekomunikasi terhadap GNP masih relatif rendah (rata – rata 3%) itupun masih digabung dengan kontribusi dari sektor perhubungan. Pembentukan sektor telematika yang terpisah dari sektor lainnya diperkirakan akan mendorong kesadaran para pelaku di sektor ini untuk meningkatkan kontribusinya pada Pendapatan Nasional. Implikasi lain, dari dibentuknya sektor telematika, adalah disediakannya anggaran pembangunan dalam APBN, maupun kementrian yang memiliki ruang lingkup lebih luas dalam pengelolaan sektor telematika. Sementara itu, menyusul pembubaran Departemen Penerangan dan mulai berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan menyolok pada lembaga pemerintah yang mengurusi sektor informasi dan komunikasi di daerah – daerah. Perubahan ini ditandai dengan perbedaan nomenklature, tugas pokok dan fungsi, serta struktur organisasinya. Selain itu, muncul kencenderungan sektor telematika dijadikan objek bagi pengumpulan PAD melalu perda perijinan penyelengaraan usaha informasi dan komunikasi. Menjelang akhir tahun 2002, pemerintah bersama DPR berhasil menyetujui disahkannya Undang – Undang Penyiaran. Tindak lanjut dari disahkannya UU ini adalah perlunya segera dibangun Komisi Penyiaran Independen (KPI). Agar kinerja KPI dapat sepenuhnya mencerminkan amanat UU Penyiaran, sebaiknya masyarakat segera mengajukan rancangan struktur dan tata laksana KPI, mekanisme rekruitmen anggota KPI, mekanisme pengawasan, serta tata cara hubungan antara KPI dan KPI Daerah. Badan Regulasi Telekomunikasi Menyusul diberlakukannya UU 36/1999 tentang Telekomunikasi yang menggantikan UU 3/89, muncul berbagai harapan agar Indonesia segera memiliki Badan Regulasi Telekomunikasi (BRT) yang bersifat mandiri. Pengertian mandiri di sini, dalam pengertian mandiri terhadap operator telekomunikasi yang diatur, dan mandiri dalam pembuatan keputusan. Meski tidak ada suara yang menentang berdirinya BRT, namun demikian tidak berarti tidak ada masalah dalam realisasinya. Permasalahan mendasar dari kemandegan proses pendirian BRT adalah pada lemahnya landasan hukum yang ada. Pasal 5 UU 36/1999 yang disebut – sebut sebagai acuan perlu didirikanya BRT, berdasarkan kajian, ternyata masih sumir. Demikian pula bagian penjelasan pada UU 36/1999 tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mencukupi bagi pendirian BRT. Namun demikian, jika langkah yang ditempuh adalah merubah UU 36/1999, dapat diperkirakan akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara perubahan pasar menuju pasar yang kompetitif, di mana diperlukan peran regulator yang mandiri sudah sangat mendesak. Oleh karena itu diperlukan tindakan terobosan yang dapat disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah. Bisnis Ditengah minimnya kelangkaan infrastruktur telekomunikasi serta rendahnya pemahaman masyarakat luas terhadap telematika, di sisi lain ternyata muncul inisiatif-inisiatif baru yang dikembangkan oleh masing-masing pelaku usaha muda dalam rangka membentuk infrastruktur informasi alternatif yang meliputi aspek aplikasi, jasa dan infrastruktur fisik. Dari sisi teknologi terdapat empat area yang dianggap sebagai pendorong yaitu yang berkaitan dengan bandwidth komunikasi, teknologi peralatan elektronika, teknologi manipulasi informasi, dan teknologi sistem pembayaran yang dikembangkan secara on-line. Peluang yang diciptakan oleh penerapan perdagangan elektronis adalah terciptanya pasar-pasar baru, produk dan pelayanan baru, proses-proses bisnis baru yang lebih efisien dan canggih, serta penciptaan perusahaan-perusahaan dengan jangkauan lebih (extended enterprise), sedangkan kendala-kendala umumnya berkisar pada masalah bandwidth dan kapasitas jaringan, keamanan, harga teknologi, aksesabilitas, struktur sosial-ekonomi-demografi, kendala politik dan hukum, censorship, serta edukasi -sosialisasi masyarakat. Perkembangan lingkungan regulasi menunjukkan bahwa Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan elektronis, telah mulai pula meninjau ulang lingkungan regulasinya. Sebuah kerangka regulasi baru di bidang telematika diperlukan untuk memfasilitasi pemanfaatan telematika di banyak sektor perekonomian. Tinjauan ulang regulasi sangat banyak dipengaruhi oleh manfaat-manfaat konvergensi Computer-Communications-Content pada industri-industri yang terkena dampak serta resiko-resiko yang diciptakan oleh perdagangan elektronis, seperti misalnya keabsahan dokumen elektronis dan pengaturan hak kepemilikan intelektual (intellectual property right). Beberapa isu bisnis lain yang mewarnai tahun 2002 adalah: 1. Telkomnet Instant versus ISP 2. Runtuhnya bisnis VoIP 3. Pelaku pasar dominan 4. Divestasi saham ISAT 5. Kepemilikan silang oleh pihak asing terhadap perusahaan telekomunikasi 6. Merger operator DCS. 7. E-Commerce dan E-Business yang tidak berkembang 8. Implementasi E-procurement di beberapa perusahaan nasional 9. Pemerintah sebagai pasar e-government Regulasi Teledensity adalah indikator yang lazim digunakan di lingkungan telekomunikasi untuk menunjukkan jumlah satuan sambungan telepon PSTN terpasang (SST) per seratus jiwa. Pada saat ini teledensity Indonesia baru mencapai 3%, ini artinya, setiap 100 orang hanya tersedia 3 saluran telepon yang terpasang. Angka ini tergolong rendah terutama jika dibandingkan dengan negara maju atau bahkan negara tetangga Asean. Amerika 98%, Jepang 70%, Norwegia 92%, Singapura 67%, Malaysia 12%, Thailand 8%, dan Philippina 6%. Selain teledensity, penyebaran pengguna juga merupakan masalah tersendiri. Dari sekitar 6 juta SST, 40% berada di Wilayah Jabotabek, 20% di Pulau Jawa, dan 30% tersebar di berbagai pulau di luar jawa. Kelebihan penawaran seringkali terjadi di Jakarta atau kota – kota besar di jawa lainnya, sementara daftar tunggu di daerah makin memanjang dan tidak semuanya dapat dilayani oleh PT. Telkom. Implikasi dari kondisi semacam ini bermacam macam, dari mahalnya biaya telekomunikasi interlokal, hingga makin enggannya PT. Telkom membangun jaringan baru di wilayah – wilayah yang secara ekonomi tidak potensial menyusul diberlakukannya kebijakan duopoli. Sebagai akibatnya penyebaran informasi dan penyediaan sarana akses informasi menjadi terhambat.

Sosialisasi Pembentukan Bank Data Nasional Melalui Single Indentification Number (SIN)

Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pembangunan semakin besar peranannya, hal ini dapat kita lihat dalam penyusunan APBN dan realisasi penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu meningkat. Meningkatnya penerimaan pajak negara sangat berpengaruh pada penerimaan dan pembiayaan pembangunan daerah, khususnya penerimaan PBB dan BPHTB karena sebesar 80% merupakan penerimaan pemerintah daerah, sedangkan dari PPh pasal 21 perorangan mendapat bagian sebesar 20 %.Untuk meningkatkan dan menggali potensi pajak tersebut sangat diperlukan data sebagai alat untuk menjaring objek dan subjek pajak. Sosialisasi pembentukan Bank Data Nasional melalui Single Indentification Number yang dilaksanakan pada hari ini kepada seluruh Pejabat Dinas Instansi Jawatan di Wilayah Prop. Kalbar sangat penting untuk disimak, agar setiap pimpinan lembaga yang terkait lainnya memperoleh visi, persepsi dan pemahaman yang sama agar terwujud koordinasi dan kerja sama yang baik. Pengelolaan Bank Data Nasional memerlukan data dan informasi yang komprehensif karena prinsif Bank Data Nasional adalah lengkap, efisien dan efektif dalam mengakumulasi dan mengintegrasikan berbagai informasi yang ada pada lembaga/instansi ke dalam suatu sistem yang terpusat dan terkoordinir. Dan untuk menuju hal tersebut diperlukan seluruh indentitas dari masing-masing lembaga/instansi yang terkait secara baik dan benar, demikian Ass.II Drs. Kamaruzzaman,MM. dalam membacakan sambutan tertulis Gubernur Kalbar pada acara pembukaan sosialisasi pembentukan bank data nasional melalui single identification number (SIN) di Balai Petitih rabu (11/8).Selanjut dikatakannya juga, tujuan pembentukan Bank Data Nasional bukan hanya untuk kepentingan Direktorat Jenderal Pajak dalam menggali potensi dan meningkatkan penerimaan pajak saja, tetapi juga sangat bermanfaat bagi seluruh lembaga/instansi, baik lembaga/instansi pemerintah pusat maupun lembaga/instansi pemerintah daerah sebagai sumber informasi dalam mengambil keputusan dan pembuatan kebijakan serta pemberian pelayanan kepada masyarakat. Sosialisasi yang dilaksanakan hari ini merupakan titik awal untuk mewujudkan terlaksananya pembentukan Bank Data Nasional, oleh karena itu jalinlah kerja sama yang sebaik-baiknya agar pelaksanaannya berjalan dengan baik dan lancar serta tidak menemui kendala yang berarti demi kepentingan bersama. Selaku Gubernur Kalbar mengharapkan dan meminta kepada seluruh Pejabat Dinas/Badan Instansi Pemda Tk.I Jawatan, Perbankan, BUMN, BUMD dan lembaga lainnya di Wilayah Kalbar untuk mendukung dan membantu sepenuhnya upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam pembentukan Bank Data Nasional dengan memberikan data yang diperlukan yang ada pada lembaga/instansi saudara.Drs. Harry Slamet Hariadi Kakanwil Dit.Jen.Pajak.Kalbar dan Kalteng mengatakan bahwa sosialisasi pembentukan bank data nasional melalui single identification number (SIN) ini pertama kalinya telah disampaikan oleh Dirjen Pajak pemaparannya di hadapan Presiden dan Wakil Presiden serta para Menteri Kabinet. Selanjutnya Dirjen Pajak telah pula melaksanakan sosialisasi kepada Lembaga Negara lainnya seperti Lemhanas, kalangan dunia usaha melalui Kadin, dan Asosiasi-asosiasi. Kita semua memahami, bahwa pajak bukan hanya menjadi urusan dan tanggung jawab Pemerintah saja khususnya instansi-instansi pemungut pajak seperti DJP dan DJBC. Pajak adalah kepentingan rakyat oleh karena itu pajak ditentukan sendiri oleh rakyat melalui UU yang yang ditetapkan oleh DPR. Pajak harus dibayar oleh seluruh anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan UU dan hasil pajak dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik, pembangunan sarana dan prasarana kepentingan umum. Pajak adalah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta merupakan konsekuensi dari suatu kehidupan bernegara yang demokratis.Dalam menjalankan misinya, Ditjen Pajak tidaklah mungkin dapat bekerja sendiri, hal ini tentunya memerlukan bantuan dan kerjasama semua pihak yang merupakan stackholder. Dengan beban tugas dan tanggung jawab yang semakin besar karena rencana penerimaan pajak dalam APBN dari tahun ke tahun makin meningkat dan ketergantungan APBN pada penerimaan pajak semakin besar, maka Ditjen Pajak telah memberikan respon dan komitmennya dengan melakukan berbagai langkah upaya yuridis dan strategis yang antara lain dengan menyiapkan reformasi perpajakan, modernisasi administrasi perpajakan, dan pembentukan Bank data Nasional serta menciptakan sistem single identification number (SIN) dan telah pula menyiapkan konsep Blue Print 10 Tahun ke depan (2001-2010). Dalam rangka menjalin kerjasama yang lebih efektif dan sistematis, Ditjen Pajak telah melaksanakan kesepakatan bersama (MoU) dengan berbagai instansi/lembaga pemerintah maupun swasta serta semua Pemda Prop. Kab/Kota. Dengan Pemda Prop. Kalbar telah dilaksanakan MoU pada tahun 2002 yang kemudian diikuti secara serentak pelaksanaan MoU ini dengan Pemda Kab/Kota se-Kalbar pada Th. 2003. Harapan kami dari kesepakatan bersama (MoU) tersebut dari berbagai lembaga/instansi dapat ditindak lanjuti dengan kerjasama konkrit melalui pemberian data dan upaya koordinasi pengamanan penerimaan pajak baik itu PBB, BPHT, PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 maupun pajak-pajak lainnya di mana terkait kepentingan penerimaan APBD Pemda demikian ungkap Drs.Harry Slamet Hariadi dalam laporannya. (Ghalib/Nasir Humas BID).

Sistem Kerja LSP Telematika Sangat Mencemaskan Lulusan Perguruan Tinggi

LSP Telematika Adalah Lembaga yang Menyiapkan Lulusan-lulusannya Untuk Bekerja di Berbagai Bidang di Suatu Perusahaan. Namun Sistem Kerja Dari LSP Sangat Meresahkan Lulusan-Lulusan Dari Perguruan Tinggi,karena LSP Tidak Mengakui Lulusan-lulusan dari Perguruan Tinggi. Oleh Sebab itu LSP Harus Kita Beri Pengarahan Bagaimana Menyiapkan Sistem Kerja LSP yang Baik. Pengarahan Sistem Kerja itu Harus berikan oelh Oarng-orang yang Mengerti Tentang Sistem Kerja Suatu Kelembagaan yang akan dibuat oleh Pemilik Suatu Lembaga, agar Tidak Merugikan Orang Banyak Seperti Perguruan Tinggi yang akan Bekerja di Suatu Perusahaan diberbagai Bidang yang diperlukan oleh Perusahaan tersebut. Jd LSP Tidak Perlu diBubarkan akan tetapi Sistem Kerja dari LSP Harus diPerbaiki atau di Sesuaikan Dengan Situasi yang skrng dan yang akan datang, supaya tidak Merugikan Banyak Perguruan Tinggi.

Sistem Informasi dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional

Ketersediaan data dan informasi merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas proses perencanaan pembangunan (di) daerah.
Sebagai solusi terhadap permasalahan di atas, pasal 31 UU 25 Tahun 2004 tentang SPPN memerintahkan bahwa perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada tataran praktis, wujud respon terhadap arahan perundang-undangan di atas adalah dengan membangun dan mengembangkan suatu paket sistem informasi khusus, yang terutama diarahkan untuk menunjang perencanaan pembangunan (di) daerah.
Paket sistem informasi itu disebut sebagai Sistem Informasi dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional (SIMRENAS), yang dibangun dan dikembangkan oleh BAPPENAS.